WIKANA : SI PEMBERANI ASAL SUMEDANG
Merdeka adalah terbebas dari
segala macam belenggu, aturan, dan kekuasaan dari pihak tertentu. Merdeka
merupakan sebuah rasa kebebasan bagi makhluk hidup untuk mendapatkan hak dalam
berbuat sekehendaknya. Banyak tokoh pemberani nan cerdik dibalik kemerdekaan Indonesia. Baik kaum cendekia maupun
proletariat, golongan tua maupun muda, bahkan pria maupun wanita.
Satu tokoh yang pemberani, cerdik,
disegani dan banyak berperan penting dalam kemerdekaan, tetapi sedikit yang
mengenalnya. Beliau adalah Wikana, pejuang bernyali singa asal Sumedang.
Lahir di Sumedang, Jawa Barat, 18
Oktober 1914 dari keluarga menak Sumedang. Boleh dibilang Wikana punya otak
encer. Semasa muda itulah Wikana sempat menjadi salah satu dari sekian pemuda
satelit Bung Karno di Bandung. Pada masa mudanya ia aktif sebagai Angkatan Baru
Indonesia dan Gerakan Rakyat Baru.
Wikana pada peristiwa pencetusan
Proklamasi 1945 melakukan peran paling penting karena berkat koneksinya di Angkatan
Laut Jepang atau Kaigun, Proklamasi 1945 bisa dirumuskan di rumah dinas
Laksamana Maeda di Menteng yang terjamin keamanannya. Selain itu Wikana juga
mengatur semua keperluan Pembacaan Proklamasi di rumah Bung Karno di Pegangsaan
56.
Ia juga sangat tegang saat
melihat Bung Karno sakit malaria pagi hari menjelang detik-detik pembacaan
Proklamasi. Wikana yang membujuk kalangan militer Jepang untuk tidak mengganggu
jalannya upacara pembacaan teks proklamasi.
Karier Wikana jalan terus. Dia
menjadi tokoh pemuda dari sekian banyak pemuda yang bergerak di pusaran arus
revolusi. Ketokohan Wikana mendapatkan pengakuan dan karena itulah dia
dipercaya oleh Perdana Menteri Sjahrir untuk duduk sebagai menteri negara
urusan pemuda dalam kabinet Sjahrir kedua dan ketiga.
Setelah pemerintahan kabinet Amir
Syarifuddin jatuh, Wikana yang aktif dalam PKI, kembali menggalang kekuatan
dalam FDR. Tapi jalan terang hidup Wikana mulai meredup setelah peristiwa Madiun
1948. FDR atau PKI dianggap melakukan pemberontakan, sehingga Wikana pun
menjadi sasaran pembersihan militer kabinet hatta. Beruntung ia berhasil lepas
dari kejaran tentara. Posisinya sebagai Gubernur Militer wilayah Surakarta
digantikan oleh Gatot Subroto.
Bersama dengan pejuang-pejuang
dari Nasionalis sayap kiri ia menghilang dan baru kembali setelah Dipa
Nusantara Aidit melakukan pledoi ( pembelaan ) terhadap kasus Madiun 1948 yang
mulai digugat oleh Jaksa Dali Mutiara pada 2 Februari 1955.
Sampai tahun 1950-an dia masih
tercatat sebagai anggota Comite Central (CC) PKI yang mulai menggeliat di bawah
kepemimpinan triumvirat Aidit, Njoto dan Lukman. Namun praktis Wikana tak
memainkan peran penting sebagaimana yang pernah dilakukannya pada era-era awal revolusi.
Revitalisasi PKI ditangan DN Aidit membuat Wikana tersingkir dan dianggap
bagian dari golongan tua yang tidak progresif. Hal ini sama dengan kasus
penyingkiran kaum komunis ex-Digulis oleh anak-anak muda PKI, karena tidak
sesuai dengan perkembangan perjuangan komunis yang lebih Nasionalis dan
mendekat pada Bung Karno.
Terbuang dari PKI, Wikana
akhirnya tinggal di daerah Simpangan Matraman Plantsoen, daerah padat Jakarta,
dalam keadaan miskin dan sengsara. Sebagai tokoh PKI awal kemerdekaan, ia tidak
mendapat tempat di struktur PKI pimpinan Aidit, bahkan Wikana pun diisolir oleh
Aidit dengan tidak diberikan peluang dalam kegiatan kepartaian. Beruntung
Waperdam Chaerul Saleh pada awal tahun 1965 yang menemukan Wikana yang hidup
sengsara, kemudian menarik Wikana menjadi anggota MPRS. Dengan posisi itu,
kedudukan dan kehidupan Wikana sedikit membaik.
Beberapa pekan sebelum peristiwa
G30S 1965 terjadi, Wikana berserta beberapa elemen PKI lainnya pergi ke Peking
untuk menghadiri perayaan hari Nasional Cina 1 Oktober 1965. Tapi sontak
terdengar kabar dari tanah air tentang insiden penculikan dan pembunuhan tujuh perwira AD yang memulai
proses peralihan kekuasaan Indonesia. Dalam proses tersebut, PKI dan Sukarno
dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab. Bahkan, orang-orang yang terkait
dalam kegiatan PKI harus menjadi korban penangkapan atau pembunuhan masal di
Indonesia. . PKI disalahkan. Delegasi terceraiberai. Wikana meminta
anggota delegasi lain untuk tetap berada di Peking selagi menunggu kepastian dari
berita yang simpang siur. Dia sendiri memilih pulang ke tanah air.
Kurang dari setahun setelah
peristiwa G30S, dia ditangkap. Sempat bermalam di Kodam Jaya namun dipulangkan
kembali. Tak berapa lama kemudian segerombolan tentara tak dikenal datang ke rumahnya
di Jalan Dempo No. 7 A, Matraman, Jakarta Timur. Mereka membawa Wikana dan
sampai hari ini, pemuda garang yang sempat membuat Bung Karno naik pitam itu,
tak pernah kembali pulang. Dia hilang tak tentu rimbanya.
Sebagai anak bangsa. Tugas kita
adalah mengenal tokoh-tokoh kemerdekaan dan mengenang seluruh jasanya. Salah satu
contoh, Wikana. Tokoh penting kelancarannya proklamasi Indonesia. Sejarah mencatat perjuangaannya sangatlah
berharga, dan yang ia lakukan pula sangatlah benar. Namun akhir yang ia
dapatkan sangat ironis.
Komentar
Posting Komentar